MAGISTER PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM UNIB

BUMI LESTARI LANGIT BEBAS POLUSI

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN USAHA PETERNAKAN AYAM April 13, 2009

Filed under: lingkungan — Urip Santoso @ 7:43 am
Tags: , , , , ,

Oleh: Fauziah

 

ABSTRAK

Tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbah suatu usaha peternakan harus diperhatikan, sehingga usaha tersebut tidak hanya merupakan usaha produksi yang efisien tetapi juga merupakan usaha yang berwawasan lingkungan. Suatu kajian pustaka dilakukan untuk melihat jenis‑jenis limbah, dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan serta upaya pengelolaan dan pemantauan yang dapat dilakukan dari suatu usaha peternakan ayam. Dampak negatif yang ditimbulkan usaha peternakan ayam terutama berasal dari kotoran ayani yang dapat menimbulkan gas yang berbau. Bau yang dikeluarkan berasal dari unsur nitrogen dan sulfida dalam kotoran ayam, yang selama proses dekomposisi akan terbentuk gas amonia, nitrit, dan gas hidrogen sulfida. Udara yang tercemar gas amonia dan sulfida dapat mmyebabkan gangguan kesehatan ternak dan masyarakat di sekitar peternakan. Amonia dapat mengliambat pertumbuhan ternak dan pada manusia dapat menyebabkan iritasi mata serta saluran pernafasan. Upaya pengelolaan bau kotoran ayam, dengan menggunakan zeolit, kapur, dan mikroba telah dicoba dan ternyata bahan‑bahan tersebut dapat mengurangi terbentuknya gas amonia dan sulfida serta memberikan keuntungan yang lain bagi petemak, karena. kotoran ayam dapat berguna sebagai pupuk organik. Untuk tetap menjaga lingkungan sekitar dari polusi bau katoran ayarn, pemantauan lingkungan harus selalu dilakukan dengan mengilcut sertakan masyarakat sekitar. Persepsi masyarakat terhadap bau kotoran harus selalu. dipantau, selain itu mereka juga diminta untuk melaporkan jika teiJadi sesuatu akibat polusi bau tersebut.

 

Kata kunci : Pengelolaan, kotoran ayam, pemantauan

 

ABSTARCT

 

ENVIRONMENTAL MANAGENIENT FOR POULTRY FARM

 

Attention has to be given to farming management, housing and waste handling in order to achieve an efficient farming and also to maintain agood environmental quality. A literature review was conucted to find out kinds of waste discharged from poultry farm, the effect of waste to environment and health and its handling and monitoring methods. Environmental problem of poultry farm comes from anure that causes bad odor. The source of odor is from the formation of ammonia and hydrogen sulfide gases, nitrate, nitrite during decomposition process of manure. Air polluted by those gases can cause distrurance to chicken health and pple who live near the farm. Ammonia can inhibit the growth of chicken and cause eyes irritation and respiratory problem to human being. Methods of odor handling using zeolite, lime, and microorganism have been attempted. Those materials, which are added into manure, can reduce the formation of ammonia and hydrogen sulfide gases. The manure can also be used as an organic fertilizer, and the farmer obtains good benefit from it, because it has high nitrogen content. To maintain a good environmental quality, especially from manure odor, continuous environmental monitoring has to be done that involving people who live around the farm. Their perception about manure odor Ms to be taken into consideration and they are also asked to report any problems caused by the pollution of manure odor.

 

Key words: Handling, manure, monitoring

 

PENDAHULUAN

 

Usaha peternakan ayani akhir‑akhir ini mulai sering dituding sebagai usaha yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar petemakan ayam tersebut merupakan suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian telah menyadari hal tersebut dengan mengeluarkan peraturan menteri melalui SK Mentan No. 237/1991 dan SK Mentan No. 752/1994, yang menyatakan bahwa usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Untuk usaha peternakan ayani ras pedaging, yaitu populasi lebih dari 15.000 ekor per siklus tefletak dalam satu Jokasi, sedangkan untuk ayam petelur, populasi lebih dari 10.000 ekor induk terletak dalam satu hamparan lokasi (DEPTAN, 1991; DEPTAN, 1994).

Dalam kasus pencemaran lingkungan oleh peternakan ayam, yang menjadi pemicu permasalahan sebenarnya sebenarnya akibat dari pemukiman yang terus berkembang. Pada awal pembangunan, peternakan ayani didirikan jauh dari pemukiman penduduk namun lama kelamaan di sekitar areal petemakan tersebut menjadi pemukiaman. Hal tersebut menjadi toadi karena perkembangan dan rencana tatabruang yang tidak konsisten (INFOVET, 1996). Untuk itu. perlu suatu perbaikan sistem pemanfaatan lahan yang sesuai dengan peruntukannya. Dalam hal ini pemerintah telah membuat kebijakan penggunaan suatu areal atau kawasan usaha peternakan (KUNAK) agar tidak saling mengganggu antara petemakan dan pemukiman. Sudah tentu kawasan tersebut juga harus senantiasa memelihara lingkungannya, antara lain dengan melakukan pengelolaan limbah serta pemantauan lingkungan secara terus menerus.

Dalam makalah ini akan disajikan menganai jenis‑jenis limbah, jumlah serta komposisi limbah yang dikeluarkan dari suatu usaha petemakan ayam, dampak terhadap lingkungan dan upaya pengelolaannya yang dapat dilakukan, serta upaya pemantauan lingkungan.

 

LIMBAH USAHA PETERNAKAN AYAM

 

Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan ayam terutama berupa kotoran ayam dan bau yang kurang sedap serta. air buangan. Air buangan berasal dari cucian tempat pakan dan minum ayam serta keperluan domestik lainnya. Jumlah air buangan ini sedikit dan biasanya terserap ke dalam tanah serta tidak berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitar. Air buangan mempunyai pH netral (A: 7), kandungan senyawa organik rendah yang ditunjukkan dengan nilai Bio Oxygen Demand (BOD) 15,32 ‑ 68,8 dan Chemical Oxygen Demand (COD) 35,12 – 92.  Sebagai gambaran, kualitas air buangan dari usaha. peternakan ayam pedaging di daerah Ciparay, Kabupaten Bandung (Jawa Barat) dan nilai rata‑rata dari dua peternakan ayam petelur di daerah Kecamatan Kanirogo, kabupaten blitar (Jawa Timur) dapat dilihat pada Tabel 1 (BALITVET, 1993).

 

Tabel 1. Gambaran kualitas air buangan usaha peternakan ayam ras yang diambil dari daerah

Kecamatan Ciparay, Bandung (Jawa Barat) dan Kecamatan Kanirogo, Blitar (Jawa

Timur)

       Parameter                                              Ayam pedaging                          Ayam petelur

                                                                                 *Skala 20.000 ekor       **Skala 40.000 ekor

pH                                                                                        7,44                                6,70

BOD (Bio Oxygen Demand)                   (Mg/1)                  68,80                              15,39

COD (Chemical Oxygen Demand)          (mg/1)                   92,12                              35,12

Total Padatan (mg/1)                                                             420                                 440

Cd (cadmium) (Mg/l)                                                                                                    

Pb (timah hitam) (mg/1)                                                         0,05                               0,019

Fosfor (mg/1)                                                                       6,75                                7,66

Total coli(mg/0                                                                       15                                >2400

Salmonella

 

Keterangan: *Peternakan di daerah Kecamatan Ciparay, Bandung, Jawa Barat

                   **Peternakan di daerah Kecamatan Kamgoro, Blitar, Jawa Tunur

                 MPN = Most Propable Number

Sumber : BALIVET (1993)

 

Pemeliharaan ayam petelur biasanya dilakukan dengan system baterai, yakni sejumlah tortentu ayam dipelihara dalam kandang‑kandang terpisah dan ditempatkan agak tinggi dari permukaan tanah, dengan dasar kandang berlubang‑lubang sehingga kotoran akan jatuh dan bertumpuk di bawah kandang di atas tanah. Untuk pemeliharan ayam pedaging biasanya dengan system litter, yakni ayam‑ayam dipelihara dalam kandang dengan batas, disekat‑sekat dan lantai kandang adalah tanah atau beton yang dilapisi dengan sekam. Kotoran ayam biasanya sedildt bercampur dengan sekam tersebut yang secara periodic diangkat.

 

Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata‑rata per ekor ayam 0, 15 kg (CHARLES dan HARIONO, 199 1). FONTENOT et al. (1983) melaporkan bahwa rata­rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26%, sedangkan dari pemeliharaan ayan pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0, 1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 2 5%. Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya. Protein pada. kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayarn, dan makanan (FOOT et al., 1976). Pada Tabel 2, dapat dilihat komposisi rata‑rata. kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah. Tabel 2. Kandungan rata‑rata unsur pada kotoran ayam pedaging

 

Nama Unsur                             Kandungan unsur pada kotoran/bobt basah

Minimum                                               Maksimum Rata‑rata

 

Total padatan (%)                                        38,00                        92,00                     75,80

Total N (%)                                                   0,89                          5,80                       2,94

NH4‑N (0/6)                                                 0,08                          1,48                       0,75

P205 (0/0)                                                     1,09                          6,14                       3,22

K20 (%)                                                        0,63                          4,26                       2,03

Ca (Kalsium)(ppm)                                        0,51                          6,22                       1,79

Mg (Magnesium)(ppm)                                   0,12                          1,37                       0,52

Sulfida (ppm)                                                 0,07                          1,05                       0,52

Mn (Mangan)(ppm)                                      66,00                      579,00                   266,00

Zn (Seng) (ppm)                                           48,00                      583,00                   256,00

Cu (Tembaga)(ppm)                                     16,00                      634,00                   283,00

 

Sumber: MALONE (1992)

 

Sumber pencemaran usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran tersebut, yang pada. saat penumpukan kotoran atau penyimpanan te~adi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas sulfida. Gas‑gas tersebutlah yang menyebabkan bau (SVENSSON, 1990; PAUZENGA, 1991). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak setnua nitrogen diabsorbsi sebagai amonia, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran (PAUZENGA, 199 1).

Kotoran ayam, sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai pupuk di bidang pertanian. Sudah dibuktikan bahwa kotoran ternak merupakan pupuk yang cocok dan baik untuk kesuburan tanah pestmian. Oleh sebab itu penanganan kotoran ternak secara baik perlu dilakukan agar tidak menyebabkan bau yang menyengat, dan kotoran masih tetap dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

 

DAMPAK BAU KOTORAN AYAM TERHADAP LINGKUNGAN

 

Seperti disebutkan sebelumnya, dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida , (H2S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat keeil. Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas. Pada konsentrasi amonia yang lebih tinggi di udara dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan saluran penapasan pada manusia. clan hewan itu sendiri (CHARLES DAN HARIONO, 1991). Pada Tabel 3 dapat dilihat pengaruh kadar amonia terhadap manusia dan ternak (SETIAWAN, 1996), sedangkan pengaruh gas hidrogen sulfida pada manusia disajikan pada Tabel 4 (PAUZENGA, 1991).

Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri, karena gas‑gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun, sedangkan biaya kesehatan semakin meningkat, yang menyebabkan keuntungan peternak menipis.

 

Tabel 3. Pengaruh gas amonia pada manusia dan hewan

 

   Kadar amonia (ppm) Gejala/Pengaruh yang ditimbulkan pada manusia dan ternak

   5                                        Kadar paling rendah yang tercium. baunya

   6                                        Mulai timbul iritasi pada mukosa mata dan saluran napas

   I I                                       Penurunan produktivitas ayam

   25                                      Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam

   35                                      Kadar maksimum yang dapat ditolefir selama 10 menit

   40                                      Mulai menyebabkan sakit kepala, mual, hilang nafsu makan pada

                                             manusia

   50                                      Penurunan drastis produktivitas ayam dan juga te~adi

                                             pembengkakan bursa fabricious

Sumber: SETIAWAN (1996)

 

Biaya kesehatan meningkat, karena ayam‑ayam menurun daya. tahan tubuhnya. terhadap penyakit‑penyakit yang seringtimbul akibat polusi udara oleh amonia, seperti penyakit cronic respiratory disease (CDR), yaitu. penyakit saluran pernapasan menahun, dan ayam lebih peka terhadap virus Newcastle disease (ND) yang menyebabkan ayam mudah terkena penyakit ND. Tabel 4. Pengaruh pemaparan gas hidrogen sulfida (H2S) pada manusia

 

Kadar gas H2S (ppm/jaxn)             Pengaruh pada manusia

10                                                  Iritasi mata

20                                                  Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan

50‑100                                           Mual, muntah, diare

200                                                Pusing, depresi, rentan pneumonia

500 per menit                                 Mual, muntah, pingsan

600 per menit                                 Mati

 

Sumber: PAUZENGA (1996)

 

UPAYA PENGELOLAAN BAU YANG DYKELUARKAN KOTORAN AyAM

 

Mengurangi dampak negatif bau yang ditimbulkan dari usaha peternakan ayam dapat ditakukan dengan beberapa cara antara lain dengan membubuhkan sesuatu senyawa pada pakan sebagai imbuhan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pakan, sehingga mengurangi sisa protein yang tidak tercerna dan diharapkan dapat mengurangi terbentuknya gas yang berbau dalam proses penumpukan kotoran. Pengelolaan dapat pula dilakukan terhadap kotoran yang ihasilkan dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengurangi bau. Senyawa tersebut di antaranya, zeolit yang ditambahkan baik sebagai imbuhan pakan maupun ditambahkan pada kotoran. Senyawa lain adalah kaporit dan kapur yang hanya dapat ditambahakan pada kotoran ayam, kemudian sejenis mikroorganisme seperti suplementasi probiotik tarbio dan pengggunaan Effective microorganism (EMe) pada kotoran temak.

 

Penggunaan Zeolit

 

Zeolit merupakan mineral galian tambang dan mudah diperoleh di Indonesia, yang dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran gas amonia dan F12S pada kotoran ayam. Zeolit merupakan mineral yang terdiri atas kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation allWi tanah. Zeolit mempunyai struktur berongga dengan ukuran pori tertentu yang dapat berisi air atau ion yang dapat dipertukarkan dengan ion‑ion lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversible. Zeolit diketahui mampu menyerap molekul‑molekul lain dan mampu menyerap gas‑gas C02, H2S dan lain‑lain (SUTARTI dan RACHMAWATI, 1994).

 

Zeolit yang ditambahkan ke dalam pakan sebanyak 20/0 atau 4% untuk mengurangi pembentukan gas amonia dan hidrogen sulfida dari kotoran ayam ternyata kurang efektif. Akan tetapi te~adi kecenderungan menurunnya pembentukan gas pada penggunaan zeolit berkonsentrasi 4%, dan penggunaan konsentrasi zeolit yang lebih tinggi memberi kemungkinan yang besar dalam menurunkan pembentukan gas amonia dan hidrogen sulfida, namun perlu diperhatikan efek sampingan dari penggunaan zeolit yang tinggi. Zeolit merupakan bahan penyerap yang tidak selektif, sehingga. dikhawatirkan unsur nutrisi lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ayam juga akan terserap. Oleh karenanya, penambahan zeolit dalam pakan ayam pedaging atau petelur dengan dosis yang terlalu tinggi tidak dianjurkan (MURIATI et al., 1995).

 

Percobaan penggunaan zeolit pada skala laboratorium diketahui bahwa pemberian zeolit secara langsung pada kotorn ayam ternyata lebih efektif dalam menekan pembentukan gas amonia dan H2S pada kotoran ayam tersebut. Zeolit dengan konsentrasi 10% yang ditambahkan pada kotoran aymn mampu mengurangi pembentukan gas‑gas tersebut secara nyata. Penggunaan zeolit dengan konsentrasi 5% hanya mampu menekan gas H2S secara nyata, sedangkan pembentukan gas amonia juga berkurang namun tidak terlihat nyata.

AZHARI dan MURDIATI (1997) melaporkan hasil penelitiannya dengan menggunakan zwlit yang dicampur dengan Morin yang ditaburkan pada kotoran ayam. Konsentrasi zeolit yang ftmAwn lebih tinggi, yaitu 15% dan 30%, sedangkan konsentrasi Morin yang digunakan adalah 1 ‑000 ppm. Ternyata. penaburan zeolit 30% pada kotoran. sangat efektif dalam mengurangi kweentrasi gas H2S selama 8 hari, sedangkan gas amonia berkurang drastis selama 10 hari. Penniman zeolit Yana dikombinasikan dengan Morin pada kotoran secara rata‑rata cenderung owngurangi konsentrasi gas‑gas tersebut menjadi semakin rendah dibandingkan dengan pennunaan bahan‑bahan tersebut secara terpisah. Namun perlu dipikirkan lebih lanjut efek dari penggunaan Morin ini~ terutama dalam hal konsentrasinya, karena dalam kotoran Morin berfungsi membunuh mikroba‑mikroba pembusukan yang menghasilkan gas amonia. Keadaan ini mungldn tidak sesuai jika kotoran tersebut digunakan sebagai pupuk, karena klorin dapat membunuh mikroba‑mikroba tanah yang dibutuhkan. Selain itu, perlu pula ihitung apakah cukup ekonomis penggunaan zeolit yang relatif tinggi (30%).

Penggunaan Kapur

 

Kapur telah banyak digunakan dalam bidang lingkungm, terutanm dalam proses pngolahan air sebagai penurun kesadahan, menetralkan keasaman, menurunkan kadar silikat dan bahan‑bahan organik, proses pengolahan bahan buangan biji besi dan pengolahan limbah tekstil untuk mengurangi warna. Pada petemakan aymn, kapur dapat digunakan untuk membersihkan lantai kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau dari kotoran ayam. Komposisi utama dari bantuan kapur yang dipakai adalah CaCO3 dan MgCO3. Kapur yang tersedia di pasaran biasanya sudah mengalami proses kalsinasi dengan pemanasan, sehingga, berada dalam bentuk CaO, MgO. Kapur juga sej A lama digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kapur 1% dan 3% pada kotoran ayam dapat mengurangi pelepasan gas amonia dan H2S secara nyata, pH kotoran. menjadi lebih tinggi, namun masih dalam kisaran 7,77‑8,42. Pada Gwnbar I terlihat jelas pengaruh penggunaan kapur terhadap pembentukan rata‑rata, gas amonia dan H2S selama 14 hari masa, dekomposisi (RUTAML 1997).

Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran amonia ke udara, juga pupuk yang menghasilkan akan mengandung nitrogen yang cukup finggi, karena tidak banyak nitrogen yang hilang sebagai amonia. Kehilangan nitrogen pada kotoran merupakan kerugian bagi para peternak, kerana pupuk yang dihasilkan kualitasnya akan berkurang, kandungan nitrogennya menjadi lebih rendah. Penggunaan kapur 1% yang ditaburkan pada kotoran ayam, memberikan kualitas kotoran ayam. sebagai pupuk orgamk dengan konsentrasi nitrogen 4,96

mg/g bobot kering atau 0,496%, masih termasuk kualitas pupuk organik yang baik (ARIFIANI, 1997). Pupuk organik yang berasal dari kotoran ayarn mempunyai kandungan unsur hara yang beragam, akan tetapi ditetapkan suatu kesimpulan bahwa unsur hara yang terdapat dalam pupuk organik atau pupuk kandang rata‑rata. 0,5% nitrogen; 0,25% P205; dan 0,5% K20. Pupuk  kandang dengan kandungan unsur hara seperti konsentrasi tersebut di atas sudah dikatakan  berkualitas baik (HAKIM, 1986).

 

Peuggunaan Mikroba

 

Panggunaan mikroba untuk nmigurangi pembentukan gas amonia telah pula dicoba diantaranya adalah probiotik starbio yang ditambahkan pada pakan ayam pedaging dan ayam buras petelur (ZAINUDDIN et al., 1994; ZAINUDDIN dan WAHYU, 1996). Probiotik starbio adalah mikroba pengurai protein (proteolitik), serat kasar (sellulitik), lignin (lignolitik), dan nitrogen fiksasi non simbiotik, yang berasal dari lambung sapi dan dikemas dalwn campuran tanah, akar rumput dan daun‑daun atau ranting yang dibusukan (SUHARTO, dan WINANTUNINGSIH, 1993). Penambahan 0,025-0,05% starbio pada pakan ayam. komersial, ternyata kadar amonia di lingkungan kandangnya (4‑5 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan kadar amonia di lingkungan kandang yang pakannya diberikan tanpa penambahan starbio (8‑10 ppm) (ZAINUDDIN et al., 1994). Suplementasi probiotik juga menguntungkan karena penerimaan produk akhir dikurangi biaya pakan (income over feed cost) lebih tinggi baik pada ayam. pedaging maupun ayarn buras petelur (ZAINUDDIN el al, 1994; ZAINUDDIN dan WAHYU, 1996).

Penggunaan mikroba pengurai limbah yang disebut effective microorganism (EM4R) pada kotoran babi telah pula dicoba dan ternyata penggunaan EM4 R dengan kadar 1,5 % dapat menurunkan kadar gas amonia dan H2S (PALGUNADI et al., 1999). EM4 R acWah biakan campuran mikroorganisme tanah yang telah dikemas dalam bentuk cairan dan bentuk serbuk. Mikroorganisme tersebut mempunyai aktivitas mempercepat proses dekomposisi kotoran secara biologis, sehingga bau dapat berkurang (IKNFS, 1995). Penambahan 2,5 ml EM4 R dan molasses per 100 kg kotoran ternak ayamun itik serta penambahan sekam, dedak dan sedikit air akan menghasilkan pupuk kompos super (SUMANTRI, 1999).

 

UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

 

Pengawasan atau pemantauan lingkungan suclah harus dimilai dan dilaksanakan, oleh pemilik petemakan. Pihak lain yang berkepentingan, dalam hal ini masyarakat yang tinggal  di sekitar usaha peternakan tersebut juga diminta untuk memantau dan melaporkan jika terjadi kasus pencemaran. lingkungan oleh usaha petemakan tersebut. Kegiatan pengelolaan lingkungan ymg dilakukan perlu dipantau untuk melihat apakah cukup efektif atau tidak atau ada hal‑hal yang mungkin timbul baik yang disebabkan oleh kegiatan itu sendiri yang sebelumnya tidak tercluga maupun oleh sebab lain di luar usaha petemakan tersebut. Untuk itu maka pemantauan lingkungan menjadi sangat penting, karena, hasilnya merupakan umpan balik untuk perbaikan kegiatan pengelolaan lingkungan, bila temyata hasil pemantaunan menunjukan penurunan kualitas lingkungan. Pemantauan dapat berguna pula sebagai alat untuk menilai kondisi lingkungan dari waktu ke waktu ( DAMOPOLII, 199 1).

 

Pada prinsipnya dalam perencanaan pemantauan lingkungan usaha petemakan perlu diperhatikan beberapa hal berikut (DAMOPOLH, 1991):

 

1.   Potensi penurunan kualitas udara karena. bau kotoran ayam, pemantauan dapat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat sekdar, untuk mengetahui bagaimana. persepsi mereka tentang bau kotoran ayam yang keluar dari usaha petemakan tersebut.

 

2.   Masyarakat yang dinfintakan persepsinya terhadap bau kotoran ayam harus sama dari waktu ke waktu. Misalnya masyarakat yang tinggal dalam radius sekitar I km dari letak usaha petemakan tersebut.

 

3.   Periode pemantauan harus jelas, dan ditetapkan atau dapat dilaksanakan sewaktu‑waktu jilca te~adi kasus atau laporan masyarakat.

 

4.   Metode pemantauan harus jelas. Misalnya untuk mendapatkan persepsi masyarakat tentang bau kotoran, dilakukan dengan menyebarkan. kuisioner yang dilakukan oleh pemilik petemakan.

 

 

KESIMPULAN

Upaya pengelolaan bau kotoran ayam terutama oleh gas amonia dan hidrogen sulfide perlu dilakukan untuk mencegah gangguan kesehatan manusia dan ternak. Penggunaan kapur 1‑3 % dan probiotik starbio 0,025 ‑ 0,05 % nampaknya merupakan pilihan yang cukup baik dibandingkan dengan zeolit dan EM4R.  Pemantauan lingkungan harus selalu dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat disekitar usaha peternakan.

 

UCAPAN TERIMA KASIH

 

Penulis mengucapkan terima, kasih kepada petugas perpustakaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Bengkulu yang telah. banyak memberikan bantuan dalaM menyelesaikan penulisan ini.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

ARIFIANI, D. 1997 Pengaruh Kapur terhadap Kandungan Nitrogen pada Kotoran Ayam Broiler. Skripsi Karya Utama Sarjana Kimia. Jurusan Kimia, Fakultas Maternatika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok.

AZHARI dan T. B. MIJRDIATI. 1997, Pengaruh Penaburan Zeolit dan Morin terhadap Pengurangan Dampak Negatif Kotoran Ayam. Mon Mata, J. 11miah. Uni. Sayh Kuala, Banda Aceh. 25:66‑76.

BALITVET. 1993. Laporan Hasil Dampak Lingkungan Usaha Peternakan Tahun Anggaran 1992/1993. Agriculture Research Management Project. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertaman, Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

CHARLES, R‑T. dan B. HARIYONO. 1991. Pencernaran Lingkungan oleh Limbah Peternakan dan Pengelolaannya. Bull. FKG‑UGM.X(2):71‑75.

DAMOPOLH, R.J. 1991. Prinsip‑Prinsip Dasar Pemantauan Lingkungan. Kursus Dasar‑dasar Amdal dan Penilai. Departemen Pertanian. Hal. 1‑6.

FONTENOT, J.P., W. SMITH, and A.L. SUTTON. 1983. Altenatif utilization of animal waste, J.Anim. Sci. 57:221‑223.

FOOT, A.S.,S.BANES, JA.C.G. OGE, J.C. HOWKINS, V.C. NIELSEN, and JR.O. CALLAGHAN. 1976. Studies on Farm Livestock Waste. I” ed. Agriculture Research Council, England.

HAKIM, N. 1986. Dasar‑dasar 11mu Tanah. Universitas Lampung, Bandar Lampung. hal. 199­203.

HUTAMI, D. 1997. Pengaruh Pemberian Kapur terhadap Pelepasan Gas Arnonia dan ffidrogen Sulfida pada Kotoran Ayarn Petelur. Skripsi Kerya Utarna Sa~ana Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Depok.

 

HCNFS. 1995.Effective Microoorganisms 4 (EM4). Brosur Pt. Songgolangit Persada. Indonesian Kyusei Nature Farming Societies. Jakarta.

INFOVET. 1996. Membangun peternakan yang akrab lingkungan, Informasi Dunia Kesehatan Hewan. Edisi 03 7, Agustus.hal. 8‑11.

MALONE, G.W. 1992. Nutrient enrichment in integrated broiler production system. Poultry Sci. 71:117‑1122.

DEPTAN. 1994. Surat Keputusan Menteri Pertanian, SK Mentan No. 752/Kpts/OT.210/10/94,21 Oktober 1994. Departemen Pertanian RI. Jakarta.

DEPTAN. 1991. Surat Keputusan Menteri Pertanian, SK Mentan No. 237/Kpts/RC.410/1991. Departemen Pertanian RI. Jakarta.

MURDIATI, T.B., S.RACHMAWATI, dan E. JUAPJNI. 1995. Zeolit untuk mengurangi bau dari kotoran ayam. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 2 . Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian,hal.991‑998.

PALGUNADI, N.W.L., M.SUDARWANTO, LBARKA, dan E.S.PRIBADI. 1999. Penambahan mikroba pengurai limbah pada kotoran untuk menurunkan kadar gas amonia dan hidrogen sulfida di peternakan babi di Bali. Media Veteriner (Majalah Ilmu Kedokteran Veteriner Indonesia). 6(l):15‑18.

PAUZENGA. 1991. Animal production in the 90’s in harmony with nature, A case study in the Nederlands. In: Biotechnology in the Feed Industry. Proc. Alltech’s Seventh Annual Symp. Nicholasville. Kentucky.

SETIAWAN. H. 1996. Amonia, sumber pencemar yng meresahkan. Dalam : Infovet (Informasi Dunia Kesehatan Hewan). Edisi 037. Agustus.hal. 12.

SUHARTO dan WINANTUNINGSIH. 1993. Bakteri‑bekteri pemangsa. Dalam : Zainuddin, D., K.Diwyanto dan Suharto (penj). Pros. Perternuan Nasional Pengelolaan dan komunikasi Hasil‑hasil Penelitian. Sub Balai Penelitian Temak Klepu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.hal. 159‑165.

SUNLANTRI. 1999. Pembuatan pupuk kompos super dengan teknologi EM4. Pros. Lokakarya Fungsional Non Peneliti. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.hal. 118‑120.

SUTARTI dan RACBMAWATI. 1994. Zeolit. Tinjauan literatur. Pusat Dokumentasi dan Informasi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

SVENSSON, L. 1190. Puffing the lid on the dung heaps. Acid. Enviro. Magazine.9:13‑ 15.

ZAINUDDIN, D., K.DWIYANTO, dan SUHARTO. 1994. Penggunaan probiotic starbio, (mikroba starter) dalam ransurn ayam pedaging terhdap produktivitas, nilai ekonomis (IOFC) dan kadar amonia lingkungan kandang. Pros. Perternuan nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasil‑hasil Penelitian. Sub Balai Penelitian Ternak Klepu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.hal. 159­165.

ZAINUDDIN, D. Dan WAHYU. 1996. Suplementasi probiotik starbio dalam pakan terhadap prestasi ayam buras petelur dan kadar air fases. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.hal.509‑513.

 

8 Responses to “UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN USAHA PETERNAKAN AYAM”

  1. Charlie Says:

    Hello,
    Can i take a one small picture from your blog?

    Thank you
    Charlie

  2. Rufor Says:

    Hello,
    Can i take a one small pic from your blog?
    Have a nice day
    Rufor

  3. AnnaHopn Says:

    Super post, Need to mark it on Digg
    AnnaHopn

  4. twd Says:

    mohon infonya untuk pemakaian/pencampuran zeolite pada pakan ternak.

    twd

    • uwityangyoyo Says:

      Zeolit diberikan ke dalam pakan ternak adalah rendah yaitu 1-3% dari total ransum/pakan. Selain untuk menurunkan bau kandang dan gas, zeolit juga dapat meningkatkan berat badan. tq.

  5. Dany Says:

    tolong kirimkan saya jurnal tentang peternak ayam

  6. M.Saide Says:

    Mohon infonya tentang manfaat mengelola lingkungan didalam dan diluar kandang


Leave a comment